Minggu, 27 November 2016

hewan ruminansia

Hasil gambar untuk animasi bergerak

Ternak ruminansia adalah ternak atau hewan yang memiliki empat buah lambung dan mengalami proses memamahbiak atau proses pengembalian makanan dari lambung ke mulut untuk di mamah. Contoh hewan ruminansia ini adalah ternak sapi, kerbau, dambing serta ternak domba. Ternak non ruminansia adalah ternak atau hewan yang memiliki satu lambung atau di sebutjuga dengan ternak monogastrik. Contohnya : ayam, burung, kuda serta babi.
             Ruminansia merupakan binatang berkuku genap subordo dari ordo Artiodactyla disebut juga mammalia berkuku. Nama ruminan berasal dari bahasa Latin "ruminare" yang artinya mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hewan memamah biak. Hewan ruminansia umumnya herbivora atau pemakan tanaman, sehingga sebagian besar makanannya adalah selulose, hemiselulose dan bahkan lignin yang semuanya dikategorikan sebagai serat kasar. Hewan ini disebut juga hewan berlambung jamak atau polygastric animal, karena lambungnya terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Rumen merupakan bagian terbesar dan terpenting dalam mencerna serat kasar, sehingga karena pentingnya rumen dalam proses pencernaan ruminansia, maka timbul pelajaran khusus yang disebut ruminologi.
    Ruminansia adalah kelompok hewan mamalia yang bisa memah (memakan) dua kali sehingga kelompok hewan tersebut dikenal uga sebagai hewan memamah biak. Dalam sistem klasifikasi, manusia dan hewan ruminansia pada umumnya mempunyai kesamaan siri dari sistem pencernaan hewan ruminansia dan manusia. Contoh hewan ruminansia ialah kerbau, domba, kambing, sapi, kuda, jerapah, kancil, rusa dan lain – lain.
Seperti halnya pada manusia, hewan ruminansia memiliki seperangkat alat pencernaan seperti rongga mulut (gigi) pada hewan ruminansia terdapat gigi gerahan yang besar yang berfungsi untuk menggiling dan menggilas serta mengunyah rerumputan yang mengandung selulosa yang sulit dicerna. Selain rongga mulut hewan ruminansia memiliki persamaan dalam alat pencernaan yaitu esophagus, lambung dan usus. Hewan non ruminansia (unggas) memiliki pencernaan monogastrik (perut tunggal) yang berkapasitas kecil. Makanan ditampung di dalam crop kemudian empedal/gizzard terjadi penggilingan sempurna hingga halus. Makanan yang tidak tercerna akan keluar bersama ekskreta, oleh karena itu sisa pencernaan pada unggas berbentuk cair. Ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau herbivora yang memiliki empat buah kantung lambung yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Proses pencernaan ruminansaia yaitu pencernaan secara mekanisme dimulut dengan bantuan saliva (air lidah), pencernaan fermentatif didalam rumen dengan bantuan mikroba rumen, dan pencernaan enzimatis pasca rumen (hidrolitik). Ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau herbivora yang memiliki empat buah kantung lambung yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum.Ternak ruminansia merupakan hewan yang memiliki empat lambung, diantaranya rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Sedangkan ternak non-ruminansia hanya memiliki satu lambung atau sering disebut dengan mono gastric. . Hewan Ruminansia adalah hewan pemakan hijauan atau herbivora yang memiliki lambung dengan beberapa ruangan. Hewan ruminansia termasuk dalam sub ordo Ruminansia dan ordonya adalah Artiodaktil atau berkuku belah. Hewan non ruminansia adalah hewan yang hanya memiliki satu lambung atau mono gastrik. Hewan non ruminansia merupakan hewan berperut tunggal dan sederhana.
B. Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia dan Non Ruminansia
        Pola sistem pencernaan pada hewan umumnya sama dengan manusia, yaitu terdiri atas mulut, faring, esofagus, lambung, dan usus. Namun demikian, struktur alat pencernaan kadang-kadang berbeda antara hewan yang satu dengan hewan yang lain. Berdasarkan susunan gigi di atas, terlihat bahwa sapi (hewan memamah biak) tidak mempunyai gigi seri bagian atas dan gigi taring, tetapi memiliki gigi geraham lebih banyak dibandingkan dengan manusia sesuai dengan fungsinya untuk mengunyah makanan berserat, yaitu penyusun dinding sel tumbuhan yang terdiri atas 50% selulosa. Jika dibandingkan dengan kuda, faring pada sapi lebih pendek. Esofagus (kerongkongan) pada sapi sangat pendek dan lebar serta lebih mampu berdilatasi (mernbesar). Esofagus berdinding tipis dan panjangnya bervariasi diperkirakan sekitar 5 cm. Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah kembali (kedua kali).
       Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan fermentasi. Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, retikulum 5%, omasum 7-8%, dan abomasum 7-8%. Pembagian ini terlihat dari bentuk tonjolan pada saat otot sfinkter berkontraksi. Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut bolus). Bolus akan dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut makanan akan ditelan kembali untuk diteruskan ke ornasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum, yaitu perut yang sebenarnya dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim. Selulase yang dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa menjadi asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena pH yang sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan untuk menjadi sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian, hewan ini tidak memerlukan asam amino esensial seperti pada manusia. Asam lemak serta protein inilah yang menjadi bahan baku pembentukkan susu pada sapi. Nah, inilah alasan mengapa hanya dengan memakan rumput, sapi dapat menghasilkan susu yang bermanfaat bagi manusia. Hewan seperti kuda, kelinci, dan marmut tidak mempunyai struktur lambung seperti pada sapi untuk fermentasi seluIosa. Proses fermentasi atau pembusukan yang dilaksanakan oleh bakteri terjadi pada sekum yang banyak mengandung bakteri. Proses fermentasi pada sekum tidak seefektif fermentasi yang terjadi di lambung. Akibatnya kotoran kuda, kelinci, dan marmut lebih kasar karena proses pencernaan selulosa hanya terjadi satu kali, yakni pada sekum. Sedangkan pada sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung dan sekum yang kedua-duanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa tertentu.
       Pada kelinci dan marmut, kotoran yang telah keluar tubuh seringkali dimakan kembali. Kotoran yang belum tercerna tadi masih mengandung banyak zat makanan, yang akan dicernakan lagi oleh kelinci. Sekum pada pemakan tumbuh-tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan sekum karnivora. Hal itu disebabkan karena makanan herbivora bervolume besar dan proses pencernaannya berat, sedangkan pada karnivora volume makanan kecil dan pencernaan berlangsung dengan cepat. Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya bisa mencapai 40 meter. Hal itu dipengaruhi oleh makanannya yang sebagian besar terdiri dari serat (selulosa). Enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri ini tidak hanya berfungsi untuk mencerna selulosa menjadi asam lemak, tetapi juga dapat menghasilkan bio gas yang berupa CH4 yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif. Tidak tertutup kemungkinan bakteri yang ada di sekum akan keluar dari tubuh organisme bersama feses, sehingga di dalam feses (tinja) hewan yang mengandung bahan organik akan diuraikan dan dapat melepaskan gas CH4 (gas bio). Jika di lihat urutan saluran pencernaan pada ruminansia adalah sebagia berikut;
1.mulut esophagus rumen reticulum omasum abomasum usus halus usus besar 
    (caecum, rectum ) anus.
2. Saluran pencernaan non ruminansia.
       Pada ternak non ruminansia atau hewan yang mempunyai labung tunggal alat pencernaanya terdiri dari :
Mulut ( cawar oris ) tekak ( pharing ) kerongkongan ( esophagus ) gastrium ( lambung ) intestinum tenue ( usus halus: duodenum, ileum ,jejunum ) usus kasar ( caecum dan rektum) anus. Saluran pencernaan ini dinamakan dengan monogastrik, pada jenis unggas saluran pencernaanya mempunyai beberapa perbedaan dalam bentuk anatominya dengan hewan monogastrik lainnya, tetapi fungsinya secara umum dapat di katakana hamper sama, sedangkan pada hewan ruminansia lebih komleks.
       Perbedaan kebutuhan zat makanan ternak ruminansia dan non ruminansia yaitu Standar kebutuhan pakan atau sering juga diberi istilah dengan standar kebutuhan zat-zat makanan pada hewan ruminansia sering menggunakan satuan yang beragam, misalnya untuk kebutuhan energi dipakai Total Digestible Nutrient (TDN), Metabolizable Energy (ME) atau Net Energy (NEl) sedangkan untuk kebutuhan protein dipakai nilai Protein Kasar (PK), PK tercerna atau kombinasi dari nilai degradasi protein di rumen atau protein yang tak terdegradasi di rumen. Istilah Standar didefinisikan sebagai dasar kebutuhan yang dihubungkan dengan fungsi aktif (status faali) dari hewan tersebut. Misalnya pada sapi perah, pemberian pakan didasarkan atas kebutuhan untuk hidup pokok dan produksi susu, sedangkan untuk sapi potong lebih ditujukan untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Namun tidak mudah pula untuk menentukan kebutuhan hanya untuk hidup pokok saja atau produksi saja, terutama untuk kebutuhan zat makanan yang kecil seperti vitamin dan mineral.
       Alat pencernaan (Apparatus digestorius) terdiri atas saluran pencernaan (Tractus alimentarius) dan organ pembantu (Organa accesoria). Dilihat dari anatomi alat pencernaan, terdapat tiga kelompok hewan yakni kelompok hewan berlambung jamak (polygastric animals) antara lain sapi, kerbau, rusa, domba, kambing dan kijang, kelompok hewan berlambung tunggal (monogastric animals) antara lain manusia, anjing, kucing, babi, kuda dan kelinci, dan hewan yang berlambung jamak semu (pseudo polygastric animals) antara lain ayam, bebek, angsa, dan burung. Hewan yang berlambung jamak dikelompokkan sebagai ruminansia dan yang berlambung tunggal dikelompokkan ke dalam non ruminansia. Unggas yang merupakan hewan berlambung jamak semu (pseudo ruminants) dikelompokkan ke dalam non-ruminansia.
       Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut bolus). Bolus akan dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut makanan akan ditelan kembali untuk diteruskan ke ornasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum, yaitu perut yang sebenarnya dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim.
       Selulase yang dihasilkan oleh mikroba (bakteri dan protozoa) akan merombak selulosa menjadi asam lemak. Akan tetapi, bakteri tidak tahan hidup di abomasum karena Ph yang sangat rendah, akibatnya bakteri ini akan mati, namun dapat dicernakan untuk menjadi sumber protein bagi hewan pemamah biak. Dengan demikian, hewan ini tidak memerlukan asam amino esensial seperti pada manusia.
        Sedangkan pada sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung dan sekum yang kedua-duanya dilakukan oleh bakteri dan protozoa tertentu. Pada kelinci dan marmut, kotoran yang telah keluar tubuh seringkali dimakan kembali. Kotoran yang belum tercerna tadi masih mengandung banyak zat makanan, yang akan dicernakan lagi oleh kelinci. Sekum pada pemakan tumbuh-tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan sekum karnivora.
         Hal itu disebabkan karena makanan herbivora bervolume besar dan   proses pencernaannya berat, sedangkan pada karnivora volume makanan kecil dan pencernaan berlangsung dengan cepat. Usus pada sapi sangat panjang, usus halusnya bisa mencapai 40 meter. Hal itu dipengaruhi oleh makanannya yang sebagian besar terdiri dari serat (selulosa).
            Pencernaan karbohidrat dimulai di mulut, dimana bahan makanan bercampur dengan ptialin, yaitu enzim yang dihasilkan oleh kelenjar saliva (saliva hewan ruminansia sama sekali tidak mengandung ptyalin). Ptialin mencerna pati menjadi maltosa dan dekstrin.Pencernaan tersebut sebagian besar terjadi di mulut dan lambung. Mucin dalam saliva tidak mencerna pati, tetapi melumasi bahan makanan sehingga dengan demikian bahan makanan mudah untuk ditelan.Mikroorganisme dalam rumen merombak selulosa untuk membentuk asam-asam lemak terbang.
            Mikroorganisme tersebut mencerna pula pati, gula, lemak, protein dan nitrogen bukan protein untuk membentuk protein mikrobial dan vitamin B. Tidak ada enzim dari sekresi lambung ruminansia tersangkut dalam sintesis mikrobial. Amilase dari pankreas dikeluarkan ke dalam bagian pertama usus halus (duodenum) yang kemudian terus mencerna pati dan dekstrin menjadi dekstrin sederhana dan maltosa.
       Enzim-enzim lain dalam usus halus yang berasal dari getah usus mencerna pula karbohidrat.Enzim-enzim tersebut adalah
1. Sukrase (invertase) yang merombak sukrosa menjadi glukosa dan  
    fruktosa.
     2. Maltase yang merombak maltosa menjadi glukosa
     3.Laktase yang merombak laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
Dari data diatas dapat   dirangkum bahwa , Pada hewan memamah biak, lambungnya terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1.    Rumen: bagian lambung tempat penghancuran makanan secara   
     mekanis
          2.    Retikulum: bagian lambung tempat pencernaan selulosa oleh bakteri
          3.    Omasum: bagian lambung tempat pencernaan secara mekanik
          4.    Abomasum: bagian lambung tempat terjadinya pencernaan secara     
               kimiawi dengan bantuan enzim dan HCl yang dihasilkan oleh dinding  
               abomasum.
           Makanan ruminansia banyak mengandung selulosa, hemiselulosa, pati, dan karbohidrat yang larut dalam air dan fruktan-fruktan.  Proses degradasi dan fermentasi karbohidrat dalam rumen dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu (1) pemecahan pertikel makanan yang menghasilkan polimer karbohidrat, (2) hidrolisa polimer menjadi sakarida sederhana (glukosa), dan (3) fermentasi sakarida sederhana menghasilkan VFA berupa asetat, propionate, dan butirat, serta gas CO2 dan CH4.
Fermentasi makanan oleh mikroba rumen akan berlangsung dengan baik jika didukung oleh kondisi yang sesuai untuk kehidupan mikroba.  Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah kondisi rumen mendekati anaerob, pH diusahakan 6,6-7,0 dengan saliva sebagai larutan penyangga (buffer), kontraksi rumen menambah kontak antara enzim dengan makanan, laju pengosongan rumen diatur selalu terisi walaupun ternak menderita lapar dalam waktu yang lama, serta suhu rumen konstan, faktor tersebut diperlukan untuk kelangsungan proses fermentasi.
     Keuntungan ruminansia
Keuntungan ruminansia yang mempunyai organ fermentatif sebelum usus halus adalah: (1) dapat mencerna bahan makanan berkadar serat kasar tinggi sehingga bahan makanannya sebagian tidak bersaing dengan manusia, (2) mampu mengubah sembarang N termasuk Non Protein Nitrogen (NPN) seperti urea menjadi protein bermutu tinggi, (3) keperluan asam amino untuk memenuhi nutrisi proteinnya tidak bergantung kepada kualitas protein makanannya, (4) produk fermentatif dalam rumen dapat disajikan ke dalam usus halus dalam bentuk yang mudah dicerna, dan (5) kapasitas rumen yang sangat besar, mampu menampung banyak sekali makanan sehingga proses makannya dapat berjalan dengan cepat.
Hewan non ruminansia (unggas) memiliki pencernaan monogastrik (perut tunggal) yang berkapasitas kecil. Makanan ditampung di dalam crop kemudian empedal/gizzard terjadi penggilingan sempurna hingga halus. Makanan yang tidak tercerna akan keluar bersama ekskreta, oleh karena itu sisa pencernaan pada unggas berbentuk cair.
Zat kimia dari hasil–hasil sekresi kelenjar pencernaan memiliki peranan penting dalam sistem pencernaan manusia dan hewan monogastrik lainnya. Pencernaan makanan berupa serat tidak terlalu berarti dalam spesies ini. Unggas tidak memerlukan peranan mikroorganisme secara maksimal, karena makanan berupa serat sedikit dikonsumsi. Saluran pencernaan unggas sangat berbeda dengan pencernaan pada mamalia. Perbedaan itu terletak didaerah mulut dan perut, unggas tidak memiliki gigi untuk mengunyah, namun memiliki lidah yang kaku untuk menelan makanannya. Perut unggas memiliki keistimewaan yaitu terjadi pencernaan mekanik dengan batu-batu kecil yang dimakan oleh unggas di gizzard.
Saluran pencernaan ruminansia terdiri dari rongga mulut (oral), kerongkongan (oesophagus), proventrikulus (pars glandularis), yang terdiri dari rumen, retikulum, dan omasum; ventrikulus (pars muscularis) yakni abomasum, usus halus (intestinum tenue), usus besar (intestinum crassum), sekum (coecum), kolon, dan anus. Lambung sapi sangat besar, yakni ¾ dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dikunyah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi pembusukan dan peragian.
Pada hewan lambung tunggal (kelinci) organ saluran pencernaanya terdiri dari mulut, faring, kerongkongan, lambung (gastrum), usus halus (intestineum tenue), yang terdiri dari doedenum, jejenum, ileum, usus besar (intestinum crasum), yang terdiri dari kolon, sekum, dan rektum kemudian berakhir pada anus.
Saluran pencernaan non ruminansia.  Pada ternak non ruminansia atau hewan yang mempunyai labung tunggal alat pencernaanya terdiri dari a.    Mulut ( cawar oris )
          b.    Tekak ( pharing )
          c.    Kerongkongan ( esophagus )
          d.    Gastrium ( lambung )
          e.    Intestinum tenue ( usus halus: duodenum, ileum ,jejunum ) usus kasar (
               caecum dan rektum)
          f.     Anus
          Saluran pencernaan ini dinamakan dengan monogastrik, pada jenis unggas saluran pencernaanya mempunyai beberapa perbedaan dalam bentuk anatominya dengan hewan monogastrik lainnya, tetapi fungsinya secara umum dapat di katakana hamper sama, sedangkan pada hewan ruminansia lebih komleks.
Perbedaan kebutuhan zat makanan ternak ruminansia dan non ruminansia Standar kebutuhan pakan atau sering juga diberi istilah dengan standar kebutuhan zat-zat makanan pada hewan ruminansia sering menggunakan satuan yang beragam, misalnya untuk kebutuhan energi dipakai Total Digestible Nutrient (TDN), Metabolizable Energy (ME) atau Net Energy (NEl) sedangkan untuk kebutuhan protein dipakai nilai Protein Kasar (PK), PK tercerna atau kombinasi dari nilai degradasi protein di rumen atau protein yang tak terdegradasi di rumen. Istilah standar didefinisikan sebagai dasar kebutuhan yang dihubungkan dengan fungsi aktif (status faali) dari hewan tersebut.
Misalnya pada sapi perah, pemberian pakan didasarkan atas kebutuhan untuk hidup pokok dan produksi susu, sedangkan untuk sapi potong lebih ditujukan untuk kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Namun tidak mudah pula untuk menentukan kebutuhan hanya untuk hidup pokok saja atau produksi saja, terutama untuk kebutuhan zat makanan yang kecil seperti vitamin dan mineral.
Dalam prakteknya dapat diambil contoh sebagai berikut :
Seekor sapi dengan bobot 500 kg memerlukan energi hidup pokok sebesar 33 MJ NE. Nilai kebutuhan energi ini dapat bervariasi karena dilapangan akan didapatkan data untuk sapi dengan kelebihan atau kekurangan pakan. Oleh sebab itu dalam pemberian harus ditetapkan batas minimal sejumlah kebutuhan nutrient yang direkomendasikan NRC, jangan sampai kurang dari kebutahan.
Variasi kebutuhan ditentukan oleh macam hewan dan kualitas pakan. Sesungguhnya standar pakan ini dibuat untuk dapat mengantisipasi situasi yang lebih beragam, termasuk pengaruh perubahan cuaca. Standar ini juga masihbisa dipakai untuk kepentingan taraf nasional (dari Negara yang menyusun) ataubahkan dapat untuk keperluan dunia internasional yang mempunyai kondisi iklim yang hampir sama.
Sejak tahun 1960-1965 di Inggris, melalui Dewan Agricultural Research Council (ARC) telah membuat tabel standar kebutuhan nutrient dari beberapa jenis ternak. Pada tahun 1970 semua publikasi mengenai table kebutuhan nutrient tersebut diperbaharui (direvisi) dan keluarlah edisi terbaru untuk ruminansia pada tahun 1980. Perubahan tersebut meliputi seluruh zat makanan terutama tentang standar untuk penggunaan vitamin dan mineral. Saat ini telah banyak negara maju dan berkembang yang mempunyai standar kebutuan zat makanan untuk ternak lokalnya. Namun sampai sekarang Indonesia belum mempunyai tabel tersebut. Standar kebutuhan yang dipakai di Indonesia adalah hasil dari banyak penelitian yang ada saja.
Standar Kebutuhan Nutrien untuk Hidup Pokok Seekor hewan dikatakan dalam keadaan kondisi hidup pokok apabila komposisi tubuhnya tetap, tidak tambah dan tidak kurang, tidak ada produk susuatau tidak ada tambahn ekstra energi untuk kerja. Nilai kebutuhan hidup pokok ini hanya dibutuhkan secara akademis saja, sedangkan dunia praktisi tidak membutuhkan informasi tersebut, yang dibutuhkan oleh praktisiwan adalah total kebutuhan hidup pokok dan produksi yang optimal. Jadi pendapat mengenai kebutuhan hidup pokok untuk hewan secara teori berbeda dengan prakteknya.
Pada hewan yang puasa akan terjadi oksidasi cadangan nutrient untuk memenuhi kebutuhan energi hidup pokoknya, seperti untuk bernafas dan mengalirkan darah ke organ sasaran. Tujuan sesungguhnya dari pembuatan ransum untuk hidup pokok adalah supaya tidak terjadi perombakan cadangan tubuh yang digunakan untuk aktivitas pokok.

Sabtu, 26 November 2016

reproduksi hewan ruminansia (kancil)

Kancil atau Tragaulus Javanicus atau pelanduk Kancil merupakan hewan ruminansia terkecil yang pertama kali ditemukan di pulau Jawa, kancil termasuk ke dalam hewan nokturnal yang bersifat aktif pada malam hari, tidak banyak mengeluarkan suara, mudah stres, dan sangat peka terhadap lingkungan sekitar. Kebisingan maupun cekaman lingkungan lain di sekitar penangkaran mempengaruhi aktivitas yang diamati. Kebisingan ditimbulkan oleh suara-suara yang berasal dari lingkungan sekitar seperti suara satwa, suara manusia, dan suara yang berasal dari kendaraaan bermotor yang lewat di sekitar kandang. Tanggapan kancil terhadap gangguan ini ditunjukkan dengan sikap atau gerakan yang tiba-tiba lari menuju tempat persembunyian (gorong-gorong) untuk menghindar dari bahaya.
Kancil diklasifikasikan kedalam kingdom Animalia, sub kingdom Metazoa, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Artiodactila, sub ordo Ruminansia, famili Tragulidae, dan genus Tragulus. Genus Tragulus dibagi menjadi tiga spesies yaitu Tragulus napu dengan berat antara 5-8 kg, T. meminna dengan berat 2.25-2.70 kg, dan T. javanicus dengan berat 2-2.5 kg. Kancil merupakan hewan herbivora. Ukuran panjang badannya antara 45-100 cm dengan tinggi antara 20-40 cm. Satwa ini memiliki kepala kecil, moncong mulut lebar dengan rambut yang sedikit di bagian hidung, matanya lebar tanpa kelenjar air mata, telinganya kecil dan memusat. Lehernya pendek dan tidak bertanduk. Kancil memiliki empat kaki, kuku semu lebih lemah daripada kuku tengah.
2.         Habitat dan Status Konservasi
Kancil merupakan satwa yang dilindungi di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, status konservasi kancil bersama semua anggota genus Tragulus merupakan satwa yang dilindungi oleh pemerintah Indonesia (Departemen Kehutanan, 1999). IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resource) menyatakan kancil berstatus terancam punah (endangered species).
3.         Manfaat Pemeliharaan Kancil
            Kancil digunakan sebagai salah satu hewan yang potensial untuk dijadikan sumber protein hewani. Rataan karkas kancil sebesar 52,03%. Persentase karkas kancil jantan lebih kecil daripada kancil betina. Kancil jantan memiliki berat organ-organ non-karkas yang lebih berat dibanding kancil betina. Kancil memiliki persentase karkas tidak jauh berbeda dengan kambing dan domba (Rosyidi, 2005). Rataan karkas kancil, kambing, dan domba tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Rataan Karkas Kancil, Kambing, dan Domba
Jenis hewan
Rentangan %
Rataan (%)
Kancil
47,14-55,68
52,03
Domba
45,00-57,00
52,00
Kambing Kacang
40,72-44,22
42,46
Kambing Peranakan Etawa
43,37-49,76
46,65
Sumber : (Rosyidi, 2005)
Kandungan asam amino kancil relatif tinggi dan lengkap dibandingkan dengan ternak lainnya kecuali kerbau. daging kancil memiliki daya mengikat air rendah, susut masak besar, dan sangat empuk. Daging kancil matang memiliki kesan juiceness sedang, empuk, tekstur agak halus, dan rasa yang gurih. Daging kancil jantan maupun betina tidak berbeda nyata secara fisik maupun organoleptik, kecuali untuk warna daging matang betina lebih cerah dibandingkan jantan. manfaat dari mengkonsumsi daging kancil bisa meningkatkan ketahanan tubuh serta bisa membuat tekanan darah menjadi tinggi. Kancil sangat cocok jika dikonsumsi oleh orang yang tekanan darahnya sangat rendah. Sedangkan untuk orang yang memiliki penyakit darah tinggi, tidak dibenarkan untuk memakan daging kancil.
4.         Feeding Behavior Kancil
Kancil memilih jenis pakan menggunakan indra penciumannya, yaitu dengan mengendus-endus pakan yang disediakan. Hewan ini mengambil pakan dengan menggunakan bibir atas dan bibir bawah untuk selanjutnya dikunyah sebentar menggunakan gigi geraham sebelum ditelan. Beberapa pakan yang disukai kancil adalah pisang, kacang panjang, kangkung, pepaya, jambu biji, jagung, mentimun, tomat, wortel, dan bayam. Penggunaan otot bibir pada kancil dalam mengambil pakan tidak terlalu aktif dibandingkan pada domba. Penggunaan bibir pada kancil hanya untuk mengangkut pakan, sedangkan pemotongan pakan dilakukan oleh gigi geraham. Dedaunan yang dikonsumsi oleh kancil umumnya daun-daun beserta batang mudanya, karena pada fase tersebut dedaunan masih lembut dan palatable, mudah dicerna, dan masih rendahnya kandungan tanin dan ligninnya.
Aktivitas minum pada kancil sangat jarang dilakukan. Aktivitas minum hanya diketahui 1-2 kali saja. Pengamatan yang dilakukan di Kebun Binatang Surabaya aktivitas minum tidak pernah dilakukan. Kebutuhan air diduga sudah terpenuhi dari makanan yang didapat. Kemampuan menahan haus pada kancil diduga karena kemampuan dinding sel darah merah kuat sehingga mampu menahan terjadinya hemolisis.
5.         Reproduksi Kancil
Pada masa kawin umumnya sering terjadi perkelahian sesama jantan untuk memperebutkan pasangannya yaitu betina yang sedang birahi. Pada jantan masa birahi ditandai adanya benjolan pada dagu. Jumlah anak yang akan dilairkan dipengaruhi oleh lamanya si kancil betina bunting. Kancil mencapai dewasa kelamin pada umur antara 4 sampai 5 bulan. Ditambahkan bahwa hewan kancil betina mencapai dewasa kelamin termuda pada umur 125 hari dan kancil jantan pada umur 166 hari. Adapun lama kebuntingan hewan kancil adalah sekitar 134 + 2 hari. Lama berahi kancil bertina adalah 35jam. Perkawinan pada kancil umumnya dilakukan dengan memasukkan kancil jantan ke dalam kandang betina.  Kancil betina biasanya melahirkan 1 anak atau 2 anak setelah masa kehamilan 4 bulan.
6.         Kandang Kancil
Kandang yang digunakan adalah kandang aktivitas dan dilengkapi dengan
gorong-gorong dari beton sebagai tempat istirahat atau tidur bagi kancil. Kandang berukuran panjang 455 cm, lebar 260 cm, dan tinggi 220 cm dan dilengkapi dengan tempat pakan dan minum.

reproduksi hewan ruminansia (jerapah)

Jerapah sangat mudah dikenali dari lehernya yang panjang. Dengan leher yang panjang dan kaki depan yang tinggi serta ramping, menjadikan Jerapah sebagai hewan tertinggi yang hidup di darat. Tinggi Jerapah bisa mencapai 5,5 Centimeter dengan berat tubuh sekitar 1.360 Kilogram.
Saat ini beberapa jenis atau subspecies Jerapah terancam punah karena ia banyak diburu manusia untuk dikonsumsi dagingnya, diambil kulitnya dan menjadikan ekornya sebagai alat pengusir atau pemukul lalat. Beberapa subspecies tersebut diantaranya Jerapah Afrika Barat, Jerapah Rothschild, dan Jerapah Nubia.

Bentuk fisik Jerapah
Leher panjang Jerapah mengingatkan kita pada leher Unta, sementara kulitnya yang berwarna coklat dengan bintik hitam mengingatkan kita pada bentuk kulit Harimau/Macan Tutul. Kaki depan Jerapah lebih tinggi dari kaki belakangnya, ini berfungsi untuk menahan otot-otot pada pangkal leher Jerapah. Hal lain yang khas pada Jerapah adalah lidahnya yang panjang dan berwarna hitam. Jerapah juga memiliki tanduk di kepalanya, tapi tanduknya tidak tajam dan ditutupi bulu-bulu halus.


Makanan Jerapah
Jerapah lebih menyukai Stepa dan Sabana untuk hidup dan mencari makan. Jerapah biasa mencari makan pada pagi dan sore hari, sementara di siang hari, mereka gunakan untuk berjalan-jalan atau istirahat. Makanan Jerapah adalah daun tumbuhan polong-polongan.

Bagaimana cara Jerapah berkembang biak?

Jerapah merupakan hewan mamalia atau hewan yang berkembang biak dengan cara melahirkan (Vivipar) dan menyusui anaknya. Saat seekor Jerapah betina ingin melahirkan, semua anggota kelompoknya akan pergi bersamanya ke sebuah tempat terpencil di wilayahnya. Jerapah betina selalu menggunakan tempat yang sama untuk melahirkan dalam jangka waktu yang panjang. Seumur hidupnya seekor Jerapah betina bisa melahirkan antara 6 hingga 12 ekor anak.


Jerapah melahirkan dalam posisi berdiri, dengan demikian bayi Jerapah akan jatuh ke bawah begitu saja dari ketinggian 1,5 Meter. Seekor bayi Jerapah bobot tubuhnya bisa mencapai 70 hingga 75 Kilogram. Beberapa jam setelah lahir, bayi Jerapah sudah bisa mulai berjalan meski dengan susah payah. Di minggu-minggu awal, bayi Jerapah bisa tumbuh 1 centimeter setiap harinya. Ia akan mendapat susu dari induknya hingga ia berumur 15 bulan.

reproduksi hewan ruminansia (bison)

Cara reproduksi atau kembang biak Bison
Bison merupakan hewan mamalia atau hewan yang berkembang biak dengan cara melahirkan dan menyusui anaknya. Musim kawin Bison terjadi pada musim panas di mana pada periode tersebut, Bison jantan akan bergabung dengan kelompok Bison betina.

Untuk mencegah Bison betina tertarik kepada pejantan lain, Bison jantan yang sudah bergabung lebih dulu dengan sebuah kelompok Bison betina, akan menghalang-halangi pandangan Bison betina dengan menggunakan tubuhnya yang besar saat ada Bison jantan lain yang melintas.
Saat pejantan penguasa kelompok mencoba menutupi pandangan Bison betina, maka Bison jantan di luar kelompok tersebut terkadang masih berusaha mendapatkan perhatian betina dengan mengeluarkan suara keras. Jika ini terjadi, maka perkelahian tak dapat dihindari. Bison jantan akan saling berkelahi dengan cara menyeruduk kepala Bison lawannya. Perkelahian akan berakhir jika salah satu Bison menyerah dan mundur.
Bison betina yang sudah melakukan perkawinan akan memasuki masa kehamilan selama 11 bulan. Sesudah itu, ia akan melahirkan bayi Bison yang berwarna kemerahan dan belum memiliki tanduk dengan berat maksimal mencapai 25 kilogram. 
Bayi Bison hidup dari air susu induknya hingga umur 1 tahun dan mencapai kematangan seksualnya pada umur 3 tahun. Saat tanduk dan punuk pada anak Bison telah tumbuh dan terbentuk, maka anak Bison tersebut telah siap untuk hidup dan mencari makan sendiri.

Seekor Bison bisa hidup hingga umur 20 tahun di alam liar. Sementara dalam penangkaran, seekor Bison bisa hidup hingga umur 40 tahun lamanya.

contoh hewan ruminansia

contoh hewan ruminansia :

1. sapi
2. domba
3. kijang
4. rusa
5. kerbau
6.jerapah
7. kancil
8. kuda
9.bison
contoh hewan non ruminan :

1.anjing
2.kucing
3.kelinci
4.babi



   
           Hasil gambar untuk contoh hewan ruminansia

perbedaan saluran pencernaan pada hewan ruminansia dan non ruminan

Ternak dapat berupa binatang yang telah mengalami domestikasi. Ternak dapat dibagi menjadi ternak rumniansia, non ruminansia (unggas) dan pseudoruminan (kuda dan kelinci).  ayam, angsa, kalkun, atau itikdapat digolongkan kedalam ternak non ruminansia (unggas) dan untuk sapi, kambing, domba, kuda, dan kerbau masuk kedalam ternak ruminansia. Kali ini saya akan membahas tentang perbadaan antara ternak ruinansia dan ternak non ruminansia(unggas). Perbedaan antara ternak ruminansia dan non ruminansia (unggas) dapat dilihat dari sistem pencernaannya, kebutuhan nutrisi, pakan serta cara memanfaatkan pakan tersebut untuk berproduksi.
1.   PENGERTIAN RUMINANSIA DAN NON RUMINANSIA
a.   Ruminansia
Ruminansia merupakan binatang berkuku genap subordo dari ordo Artiodactyla disebut juga mammalia berkuku. Nama ruminan berasal dari bahasa Latin "ruminare" yang artinya mengunyah kembali atau memamah biak, sehingga dalam bahasa Indonesia dikenal dengan hewan memamah biak. Hewan ruminansia umumnya herbivora atau pemakan tanaman, sehingga sebagian besar makanannya adalah selulose, hemiselulose dan bahkan lignin yang semuanya dikategorikan sebagai serat kasar. Hewan ini disebut juga hewan berlambung jamak atau polygastric animal, karena lambungnya terdiri atas rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Rumen merupakan bagian terbesar dan terpenting dalam mencerna serat kasar.
Ruminansia mempunyai kemampuan yang unik yakni mampu mengkonversi pakan dengan nilai gizi rendah menjadi pangan berkualitas tinggi. Proses konversi ini disebabkan oleh adanya proses Microbial fermentation atau fermentasi microbial yang terjadi dalam rumen. Proses ini mengekstraksi zat makanan dari pakan menjadi pangan tersebut melalui berbagai proses metabolisme yang dilakukan oleh mikroorganisme. Populasi mikroba yang terdiri atas bacteria, protozoa, fungi dan kapang melakukan fermentasi yang dikenal dengan enzymatic transformation of organic substances, karena mikroba tersebut menghasilkan berbagai enzim (Steve Bartle, 2006). Peranan mikroorganisme dalam saluran pencernaan ruminansia sangat penting, karena untuk merombak selulosa diperlukan enzim selulase yang hanya dibentuk dalam tubuh mikroorganisme. Melalui proses simbiose mutualisme, mikroorganisme memanfaatkan sebagian bahan yang diambil ruminansia sebagai induk semang dan digunakan untuk perkembangbiakan mikroorganisme, selanjutnya mikroorganisme membantu memfermentasi bahan tersebut yang menghasilkan bahan lain yang mampu dimanfaatkan oleh induk semang. Mikroorganisme ini yang terdiri atas bakteri, protozoa, dan jamur, dapat merupakan sumber protein berkualitas tinggi bagi induk semang
b.   Non Ruminansia (unggas)
Ternak nonruminansia tergolong pada ternak monogastrik, yaitu ternak yang memiliki lambung tunggal. Sistem perncernaan ternak ini tidak sempurna dibandingkan dengan ternak ruminansia.

2.   PAKAN
Bahan pakan biasanya dibedakan untuk ternak ruminansia dan non ruminansia, karena adanya perbedaan dalam system pencernaan kedua jenis ternak tersebut. Berbeda halnya dengan ternak ruminansia, ternak non ruminansia mempunyai kemampuan yang sangat terbatas dalam mencerna bahan pakan berserat kasar tinggi. Pakan untuk ternak ruminansia adalah hijauan sedangkan untuk ternak non ruminansia (unggas) berupa biji-bijian.
Terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara ternak non-ruminansia dan ruminansia dalam menggunakan zat makanan sebagai sumber energi. Sumber energi utama untuk ternak non-ruminansia (seperti unggas, babi) adalah BETN, sedangkan sumber energi utama untuk ternak ruminansia adalah serat kasar.
perbedaan dasar antara ternak ruminansia dan non ruminansia pada metabolisme sumber energi berupa karbohidrat dan protein, oleh karena adanya mikroorganisme (bakteri, protozoa dan fungi) di dalam rumen dan retikulum ruminansia. Pada ruminansia, karbohidrat mengalami fermentasi oleh mikroba membentuk VFA (volatile fatty acids = asam lemak terbang) dan produk ini merupakan energi utama untuk ruminansia.
perbedaan antara ruminansia dan non-ruminansia dalam metabolisme energi yang berasal dari lemak adalah ternak non-ruminansia hanya dapat memanfaatkan senyawa lemak sederhana (trigliserida), sedangkan ruminansia dapat memanfaatkan senyawa yang lebih kompleks seperti fosfolipid (lesitin). Pada ternak non-ruminansia, trigliserida dimetabolis menjadi asam-asam lemak bebas dan bersama-sama garam-garam empedu membentuk misel, terus masuk ke usus dalam bentuk trigliserida dan bergabung bersama β-lipoprotein membentuk kilomikron, kemudian masuk ke saluran limpa
Pada ruminansia, lesitin dimetabolis menjadi lisolesitin, bersama asam-asam lemak bebas yang berasal dari metabolisme senyawa lemak sederhana dan garam-garam empedu bergabung membentuk misel, terus masuk ke usus dalam bentuk lesitin dan bergabung bersama trigliserida dan lipoprotein membentuk kilomikron, kemudian masuk ke saluran limpa
PERBEDAAN TERNAK RUMINANSIA DAN NON RUMINANSIA (UNGGAS) 

3.   MEKANISME PENCERNAAN
a.   Ruminansia
Pakan yang telah dikunyah di dalam mulut masuk ke dalam rumen melalui esophagus makanan disimpan sementara dirumen. Selanjutnya, makanan menuju retikulum dan dicerna di dalamnya. Makanan yang telah dicerna kemudian dikeluarkan kembali ke mulut. Didalam mulut dikunyah kembali dan ditelan lagi ke retikulum, proses ini disebut memamah biak. Selanjutnya makanan masuk ke omasum, di sini terjadi proses penyerapan air. Selanjutnya makanan diteruskan ke abomasum (perut masam), makanan yang sudah dicerna di abomasum akan akan diteruskan ke usus halus. Di usus halus terjadi proses penyerapan sari-sari makanan, sisa-sisa makanan yang tidak diserap dikirim ke usus besar. Setelah mengalami penyerapan air, sisa makanan berupa ampas dikeluarkan melalui anus.
b.   Non Ruminansia (unggas)
Unggas mengambil makanannya dengan paruh dan kemudian terus ditelan. Makanan tersebut disimpan dalam tembolok untuk dilunakkan dan dicampur dengan getah pencernaan proventrikulus dan kemudian digiling dalam empedal. Tidak ada enzim pencernaan yang dikeluarkan oleh empedal unggas. Fungsi utama alat tersebut adalah untuk memperkecil ukuran partikel-partikel makanan.
Dari empedal, makanan bergerak melalui lekukan usus yang disebut duodenum, yang secara anatomis sejajar dengan pankreas. Pankreas tersebut mempunyai fungsi penting dalam pencernaan unggas seperti halnya pada spesies-spesies lainnya. Alat tersebut menghasilkan getah pankreas dalam jumlah banyak yang mengandung enzim-enzim amilolitik, lipolitik dan proteolitik. Enzim-enzim tersebut berturut-turut menghidrolisa pati, lemak, proteosa dan pepton. Empedu hati yang mengandung amilase, mamasuki pula duodenum.
Bahan makanan bergerak melalui usus halus yang dindingnya mengeluarkan getah usus. Getah usus tersebut mengandung erepsin dan beberapa enzim yang memecah gula. Erepsin menyempurnakan pencernaan protein, dan menghasilkan asam-asam amino, enzim yang memecah gula mengubah disakharida ke dalam gula-gula sederhana (monosakharida) yang kemudian dapat diasimilasi tubuh. Penyerapan dilaksanakan melalui villi usus halus.
Unggas tidak mengeluarkan urine cair. Urine pada unggas mengalir ke dalam kloaka dan dikeluarkan bersama-sama feses. Warna putih yang terdapat dalam kotoran ayam sebagian besar adalah asam urat, sedangkan nitrogen urine mammalia kebanyakan adalah urine. Saluran pencernaan yang relatif pendek pada unggas digambarkan pada proses pencernaan yang cepat (lebih kurang empat jam).

bentuk anakan hewan ruminansia





Hasil gambar untuk BENTUK ANAKAN TENTANG HEWAN RUMINANSIA

Sistem Pencernaan Hewan Ruminansia

Ditinjau dari cara makan dan sistem pencernaannya, hewan ruminansia atau hewan memamah biak termasuk hewan yang unik. Mereka dapat mengunyah atau memamah makanannya yang berupa rerumputan melalui 2 fase. Fase pertama terjadi saat awal kali mereka makan, makanannya itu hanya dikunyah sebentar dan masih kasar. Mereka kemudian menyimpan makanannya itu dalam rumen lambung . Selang beberapa waktu saat lambung sudah penuh, mereka kemudian mengeluarkan makanan yang dikunyahnya tadi untuk dikunyah kembali hingga teksturnya lebih halus. Baru kemudian setelah halus, makanan tersebut masuk ke dalam rumen lambung lagi.

 

1. Rongga Mulut (Cavum Oris)

Dalam rongga mulut hewan ruminansia, terdapat 2 organ sistem pencernaan yang memiliki fungsi penting, yaitu gigi dan lidah. Gigi ruminansia berbeda dengan susunan gigi mamalia lain. Gigi seri (insisivus) memiliki bentuk yang sesuai untuk menjepit makanan berupa rumput, gigi taring (caninus) tidak berkembang sama sekali, sedangkan gigi geraham belakang (molare) memiliki bentuk datar dan lebar.


2. Kerongkongan (Esofagus)

Esofagus atau kerongkongan adalah saluran organ penghubung antara rongga mulut dan lambung. Di saluran ini, makanan tidak mengalami proses pencernaan. Mereka hanya sekedar lewat sebelum kemudian digerus di dalam lambung. Esofagus pada hewan ruminansia umumnya berukuran sangat pendek yaitu sekitar 5 cm, namun lebarnya mampu membesar (berdilatasi) untuk menyesuaikan ukuran dan tekstur makanannya.

3. Lambung

Setelah melalui esofagus, makanan akan masuk ke dalam lambung. Lambung pada hewan ruminansia selain berperan dalam proses pembusukan dan peragian, juga berguna sebagai tempat penyimpanan sementara makanan yang akan dikunyah kembali. Ukuran ruang dalam lambung hewan ruminansia bervariasi tergantung pada umur dan makanannya. Yang jelas ruangan lambung tersebut terbagi menjadi 4 bagian yaitu rumen (80%), retikulum (5%), omasum (7–8%), dan abomasum (7–8%).

a. Rumen (Perut Besar)
Mula-mula makanan yang melalui kerongkongan akan masuk ke dalam rumen. Makanan ini secara alami telah bercampur dengan air ludah yang sifatnya alkali dengan pH ± 8,5.
Rumen berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara bagi makanan yang telah ditelan. Setelah rumen terisi cukup makanan, sapi akan beristirahat sembari mengunyah kembali makanan yang dikeluarkan dari rumen ini.

Di dalam rumen, populasi bakteri dan Protozoa menghasilkan enzim oligosakharase, hidrolase, glikosidase, amilase, dan enzim selulase. Enzim-enzim ini berfungsi untuk menguraikan polisakarida termasuk selulosa yang terdapat dalam makanan alami mereka. enzim pengurai protein seperti enzim proteolitik dan beberapa enzim pencerna lemak juga terdapat di sana.

b. Retikulum (Perut Jala)
Di retikulum, makanan diaduk-aduk dan dicampur dengan enzim-enzim tersebut hingga menjadi gumpalan-gumpalan kasar (bolus). Pengadukan ini dilakukan dengan bantuan kontraksi otot dinding retikulum. Gumpalan makanan ini kemudian didorong kembali ke rongga mulut untuk dimamah kedua kalinya dan dikunyah hingga lebih sempurna saat sapi tengah beristirahat.

c. Omasum (Perut Buku)
Setelah gumpalan makanan yang dikunyah lagi itu ditelan kembali, mereka akan masuk ke omasum melewati rumen dan retikulum. Di dalam omasum, kelenjar enzim akan membantu penghalusan makanan secara kimiawi. Kadar air dari gumpalan makanan juga dikurangi melalui proses absorpsi air yang dilakukan oleh dinding omasum.

d. Abomasum (Perut Masam)
Abomasum adalah perut yang sebenarnya karena di organ inilah sistem pencernaan hewan ruminansia secara kimiawi bekerja dengan bantuan enzim-enzim pencernaan. Di dalam abomasum, gumpalan makanan dicerna melalui bantuan enzim dan asam klorida. Enzim yang dikeluarkan oleh dinding abomasum sama dengan yang terdapat pada lambung mamalia lain, sedangkan asam klorida (HCl) selain membantu dalam pengaktifan enzim pepsinogen yang dikeluarkan dinding abomasum, juga berperan sebagai desinfektan bagi bakteri jahat yang masuk bersama dengan makanan. Seperti diketahui bahwa bakteri akan mati pada Ph yang sangat rendah.


4. Usus Halus dan Anus

Setelah makanan telah halus, dari ruang abomasum makanan tersebut kemudian didorong masuk ke usus halus. Di organ inilah sari-sari makanan diserap dan diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh. Selanjutnya ampas atau sisa makanan keluar melalui anus.